Oleh Zainun
Mu'tadin, SPsi., MSi.
Jakarta, 5 Juni
2002
Meski
semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok, perilaku merokok
tidak pernah surut dan tampaknya merupakan perilaku yang masih dapat ditolerir
oleh masyarakat. Hal ini dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari di
lingkungan rumah, kantor, angkutan umum maupun di jalan-jalan. Hampir setiap
saat dapat disaksikan dan di jumpai orang yang sedang merokok. Bahkan bila
orang merokok di sebelah ibu yang sedang menggendong bayi sekalipun orang
tersebut tetap tenang menghembuskan asap rokoknya dan biasanya orang-orang yang
ada disekelilingnya seringkali tidak perduli.
Hal
yang memprihatinkan adalah usia mulai merokok yang setiap tahun semakin muda.
Bila dulu orang mulai berani merokok biasanya mulai SMP maka sekarang dapat
dijumpai anak-anak SD kelas 5 sudah mulai banyak yang merokok secara diam-diam.
Bahaya Rokok
Kerugian
yang ditimbulkan rokok sangat banyak bagi kesehatan. Tapi sayangnya masih saja
banyak orang yang tetap memilih untuk menikmatinya. Dalam asap rokok terdapat
4000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan, dua diantaranya adalah nikotin yang
bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik (Asril Bahar, harian umum
Republika, Selasa 26 Maret 2002 : 19). Racun dan karsinogen yang timbul akibat
pembakaran tembakau dapat memicu terjadinya kanker. Pada awalnya rokok
mengandung 8 – 20 mg nikotin dan setelah di bakar nikotin yang masuk ke dalam
sirkulasi darah hanya 25 persen. Walau demikian jumlah kecil tersebut memiliki
waktu hanya 15 detik untuk sampai ke otak manusia.
Nikotin
itu di terima oleh reseptor asetilkolin-nikotinik yang kemudian membaginya ke
jalur imbalan dan jalur adrenergik. Pada jalur imbalan, perokok akan merasakan
rasa nikmat, memacu sistem dopaminergik. Hasilnya perokok akan merasa lebih
tenang, daya pikir serasa lebih cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar.
Sementara di jalur adrenergik, zat ini akan mengaktifkan sistem adrenergik pada
bagian otak lokus seruleus yang mengeluarkan sorotonin. Meningkatnya serotonin
menimbulkan rangsangan rasa senang sekaligus keinginan mencari rokok lagi.
(Agnes Tineke, Kompas Minggu 5 Mei 2002: 22). Hal inilah yang menyebabkan
perokok sangat sulit meninggalkan rokok, karena sudah ketergantungan pada
nikotin. Ketika ia berhenti merokok rasa nikmat yang diperolehnya akan
berkurang.
Efek
dari rokok/tembakau memberi stimulasi depresi ringan, gangguan daya tangkap,
alam perasaan, alam pikiran, tingkah laku dan fungsi psikomotor. Jika
dibandingkan zat-zat adiktif lainnya rokok sangatlah rendah pengaruhnya, maka
ketergantungan pada rokok tidak begitu dianggap gawat (Roan, Ilmu kedokteran
jiwa, Psikiatri, 1979 : 33).
Tipe-tipe Perokok
Mereka
yang dikatakan perokok sangat berat adlah bila mengkonsumsi rokok lebih dari 31
batang perhari dan selang merokoknya lima menit setelah bangun pagi. Perokok
berat merokok sekitar 21-30 batang sehari dengan selang waktu sejak bangun pagi
berkisar antara 6 - 30 menit. Perokok sedang menghabiskan rokok 11 – 21 batang
dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi. Perokok ringan
menghabiskan rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun
pagi.
Menurut
Silvan Tomkins (dalam Al Bachri,1991) ada 4 tipe perilaku merokok berdasarkan
Management of affect theory, ke empat
tipe tersebut adalah :
Tipe
perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Dengan merokok seseorang
merasakan penambahan rasa yang positif. Green (dalam Psychological Factor in
Smoking, 1978) menambahkan ada 3 sub tipe ini :
Pleasure
relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan
yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan.
Stimulation
to pick them up. Perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan
perasaan.
Pleasure
of handling the cigarette. Kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok.
Sangat spesifik pada perokok pipa. Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk
mengisi pipa dengan tembakau sedangkan untuk menghisapnya hanya dibutuhkan
waktu beberapa menit saja. Atau perokok lebih senang berlama-lama untuk
memainkan rokoknya dengan jari-jarinya lama sebelum ia nyalakan dengan api.
Perilaku
merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif. Banyak orang yang menggunakan
rokok untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya bila ia marah, cemas,
gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila
perasaan tidak enak terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak
enak.
Perilaku
merokok yang adiktif. Oleh Green disebut sebagai psychological Addiction.
Mereka yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat
setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. Mereka umumnya akan pergi
keluar rumah membeli rokok, walau tengah malam sekalipun, karena ia khawatir
kalau rokok tidak tersedia setiap saat ia menginginkannya.
Perilaku
merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka menggunakan rokok sama sekali
bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar
sudah menjadi kebiasaannya rutin. Dapat dikatakan pada orang-orang tipe ini
merokok sudah merupakan suatu perilaku yang bersifat otomatis, seringkali tanpa
dipikirkan dan tanpa disadari. Ia
menghidupkan api rokoknya bila rokok yang terdahulu telah benar-benar
habis.
Tempat
merokok juga mencerminkan pola perilaku perokok. Berdasarkan tempat-tempat
dimana seseorang menghisap rokok, maka dapat digolongkan atas :
Merokok di
tempat-tempat Umum / Ruang Publik:
Kelompok
homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol mereka menikmati kebiasaannya.
Umumnya mereka masih menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri
di smoking area.
Kelompok
yang heterogen (merokok ditengah orang-orang lain yang tidak merokok, anak
kecil, orang jompo, orang sakit, dll). Mereka yang berani merokok ditempat
tersebut, tergolong sebagai orang yang tidak berperasaan, kurang etis dan tidak
mempunyai tata krama. Bertindak kurang terpuji dan kurang sopan, dan secara
tersamar mereka tega menyebar "racun" kepada orang lain yang tidak
bersalah.
Merokok di
tempat-tempat yang bersifat pribadi:
Di
kantor atau di kamar tidur pribadi. Mereka yang memilih tempat-tempat seperti
ini sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang menjaga
kebersihan diri, penuh dengan rasa gelisah yang mencekam.
Di toilet. Perokok
jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi
Mengapa Remaja
Merokok?
1. Pengaruh
0rangtua
Salah
satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal
dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu
memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah
untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda yang berasal dari lingkungan
rumah tangga yang bahagia (Baer & Corado dalam Atkinson, Pengantar
psikologi, 1999:294). Remaja yang berasal dari keluarga konservatif yang
menekankan nilai-nilai sosial dan agama dengan baik dengan tujuan jangka
panjang lebih sulit untuk terlibat dengan rokok/tembakau/obat-obatan
dibandingkan dengan keluarga yang permisif dengan penekanan pada falsafah
“kerjakan urusanmu sendiri-sendiri", dan yang paling kuat pengaruhnya
adalah bila orang tua sendiri menjadi figur contoh yaitu sebagai perokok berat,
maka anak-anaknya akan mungkin sekali untuk mencontohnya. Perilaku merokok
lebih banyak di dapati pada mereka yang tinggal dengan satu orang tua (single
parent). Remaja akan lebih cepat berperilaku sebagai perokok bila ibu mereka
merokok dari pada ayah yang merokok, hal
ini lebih terlihat pada remaja putri (Al Bachri, Buletin RSKO, tahun IX, 1991).
2. Pengaruh
teman.
Berbagai
fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar
kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Dari
fakta tersebut ada dua kemungkinan yang terjadi, pertama remaja tadi
terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan teman-teman remaja tersebut
dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi
perokok. Diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu
atau lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja non perokok (Al
Bachri, 1991)
3. Faktor
Kepribadian.
Orang
mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari
rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu sifat
kepribadian yang bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok)
ialah konformitas sosial. Orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes
konformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna dibandingkan dengan mereka yang
memiliki skor yang rendah (Atkinson, 1999).
4. Pengaruh Iklan.
Melihat
iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok
adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat
remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada
dalam iklan tersebut. (Mari Juniarti, Buletin RSKO, tahun IX,1991).
Upaya
Pencegahan
Dalam
upaya prevensi, motivasi untuk menghentikan perilaku merokok penting untuk
dipertimbangkan dan dikembangkan. Dengan menumbuhkan motivasi dalam diri remaja
berhenti atau tidak mencoba untuk merokok, akan membuat mereka mampu untuk
tidak terpengaruh oleh godaan merokok yang datang dari teman, media massa atau
kebiasaan keluarga/orangtua.
Suatu
program kampanye anti merokok buat para remaja yang dilakukan oleh Richard
Evans (1980) dapat dijadikan contoh dalam melakukan upaya pencegahan agar
remaja tidak merokok, karena ternyata
program tersebut membawa hasil yang menggembirakan. Kampanye anti merokok ini
dilakukan dengan cara membuat berbagai poster, film dan diskusi-diskusi tentang
berbagai aspek yang berhubungan dengan merokok. Lahan yang digunakan untuk
kampanye ini adalah sekolah-sekolah, televisi atau radio. Pesan-pesan yang
disampaikan meliputi:
Meskipun
orang tuamu merokok, kamu tidak perlu harus meniru, karena kamu mempunyai akal
yang dapat kamu pakai untuk membuat keputusan sendiri.
Iklan-iklan
merokok sebenarnya menjerumuskan orang. Sebaiknya kamu mulai belajar untuk
tidak terpengaruh oleh iklan seperti itu.
Kamu
tidak harus ikut merokok hanya karena teman-temanmu merokok. Kamu bisa menolak
ajakan mereka untuk ikut merokok.
Perilaku
merokok akan memberikan dampak bagi kesehatan secara jangka pendek maupun
jangka panjang yang nantinya akan ditanggung tidak saja oleh diri kamu sendiri
tetapi juga akan dapat membebani orang lain (misal: orangtua)
Agar
remaja dapat memahami pesan-pesan tersebut maka dalam kampanye anti merokok
perlu disertai dengan beberapa
pelatihan, seperti:
Ketrampilan
berkomunikasi
Kemampuan untuk
membuat keputusan sendiri
Kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan rasa cemas/anxietas
Pelatihan untuk
berperilaku assertif
Kemampuan untuk
menghadapi tekanan dari kelompok sebaya, dll
Dengan
cara-cara diatas remaja akan diajak untuk dapat memiliki kemampuan dan
kepercayaan diri dalam menolak berbagai godaan untuk merokok, baik yang datang
dari media massa, teman sebaya maupun dari keluarga. Melarang, menghukum, atau
pun memaksa remaja untuk tidak merokok hanya akan memberikan dampak yang
relatif singkat karena tidak didasari oleh motivasi internal si remaja.
(jp)