Minggu, 10 November 2013

Makalah Qurban

A.    Pengertian Qurban
Qurban berasal dari bahasa Arab,  Qurban atau disebut juga Udhhiyah atau Dhahiyyah secara harfiah berarti hewan sembelihan. Atau secara bahasa arabnya qurban diambil dari kata : qaruba (fi’il madhi) – yaqrabu (fi’il mudhari’) – qurban wa qurbaanan (mashdar). Artinya, mendekati atau menghampiri.

Qurban, dalam fiqih Islam yaitu hewan yang dipotong dalam rangka taqarrub kepada Allah, berkenaan dengan tibanya Idhul Adh-ha atau yaumun nahr , pada tanggal 10 Dzulhijjah. Disebut Disebut hari nahr (atas dada),  karena pada umumnya, waktu dulu, hewan yang dipotong itu adalah onta yang cara pemotongannya atau penyembelihannya dalam keadaan  berdiri dengan ditusuk-kannya pisau ke lehernya dekat dada onta tersebut. Kemudian di kalangan kita popular dengan sebutan “qurban” artinya sangat dekat, karena hewan itu dipotong dalam rangka taqarrub kepada Allah.

B.   Hikmah Qurban
1.    Kebaikan dari setiap helai bulu hewan kurban

Dari Zaid ibn Arqam, ia berkata atau mereka berkata: “Wahai Rasulullah SAW, apakah qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Qurban adalah sunnahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka menjawab: “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.”Mereka menjawab: “Kalau bulu-bulunya?”Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.” [HR. Ahmad dan ibn Majah]

2. Berkurban adalah ciri keislaman seseorang


Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat Ied kami.” [HR. Ahmad dan Ibnu Majah]

3. Ibadah kurban adalah salah satu ibadah yang paling disukai oleh Allah


Dari Aisyah, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada amalan anak cucu Adam pada hari raya qurban yang lebih disukai Allah melebihi dari mengucurkan darah (menyembelih hewan qurban), sesungguhnya pada hari kiamat nanti hewan-hewan tersebut akan datang lengkap dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya, dan bulu- bulunya. Sesungguhnya darahnya akan sampai kepada Allah –sebagai qurban– di manapun hewan itu disembelih sebelum darahnya sampai ke tanah, maka ikhlaskanlah menyembelihnya.” [HR. Ibn Majah dan Tirmidzi. Tirmidzi menyatakan: Hadits ini adalah hasan gharib]

4. Berkurban membawa misi kepedulian pada sesama, menggembirakan kaum dhuafa

“Hari Raya Qurban adalah hari untuk makan, minum dan dzikir kepada Allah” [HR. Muslim]

5. Berkurban adalah ibadah yang paling utama


“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.” [Qur’an Surat Al Kautsar : 2]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ra sebagaimana dalam Majmu’ Fatawa (16/531-532) ketika menafsirkan ayat kedua surat Al-Kautsar menguraikan : “Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan beliau untuk mengumpulkan dua ibadah yang agung ini yaitu shalat dan menyembelih qurban yang menunjukkan sikap taqarrub, tawadhu’, merasa butuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, husnuzhan, keyakinan yang kuat dan ketenangan hati kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, janji, perintah, serta keutamaan-Nya.”

“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, sembelihanku (kurban), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” [Qur’an Surat Al An’am : 162]

Beliau juga menegaskan: “Ibadah harta benda yang paling mulia adalah menyembelih qurban, sedangkan ibadah badan yang paling utama adalah shalat…”

6. Berkurban adalah sebagian dari syiar agama Islam

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)” [Qur’an Surat Al Hajj : 34]

7. Mengenang ujian kecintaan dari Allah kepada Nabi Ibrahim


“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” [Qur’an Surat Ash Shaffat : 102 - 107]
C.         Dalil Al-Qur'an Yang Berkaitan Dengan Ibadah Kurban

QS. Al-Kautsar (108)ayat 1-3. 

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ(3)

1. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
2. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah[1605].
3. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus[1606].
[1605] Yang dimaksud berkorban di sini ialah menyembelih hewan Qurban dan mensyukuri nikmat Allah.
[1606] Maksudnya terputus di sini ialah terputus dari rahmat Allah.
QS. Ash-Shaffat (37) ayat 107

  (وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107
107. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar[1285].
[1285] Sesudah nyata kesabaran dan ketaatan Ibrahim dan Ismail a.s. Maka Allah melarang menyembelih Ismail dan untuk meneruskan korban, Allah menggantinya dengan seekor sembelihan (kambing). Peristiwa ini menjadi dasar disyariatkannya Qurban yang dilakukan pada hari raya haji.
QS. Al-Hajj (22) ayat 36

وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (36)

36. Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, Maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam Keadaan berdiri (dan telah terikat). kemudian apabila telah roboh (mati), Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu, Mudah-mudahan kamu bersyukur.


QS. Al-Hajj (22) ayat 37                  
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ (37)

37. Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.

 


D.Tata Cara Penyembelihan Hewan Qurban
-Menajamkan Pisau Dan Memperlakukan Binatang Kurban Dengan Baik
-Menjauhkan Pisaunya Dari Pandangan Binatang Kurban
-Menghadapkan Binatang Kurban Kearah Kiblat ….
Berqurban Menurut Sunnah Nabi
Beberapa ulama menyatakan bahwa berkurban itu lebih utama daripada sedekah yang nilainya sepadan. Bahkan lebih utama daripada membeli daging yang seharga atau bahkan yang lebih mahal dari harga binatang kurban tersebut kemudian daging tersebut disedekahkan. Sebab, tujuan yang terpenting dari berkurban itu adalah taqarrub kepada Allah melalui penyembelihan. (Asy Syarhul Mumti’ 7/521 dan Tuhfatul Maulud hal. 65)
Hukum Berkurban
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berkurban, ada yang berpendapat wajib dan ada pula yang berpendapat sunnah mu’akkadah. Namun mereka sepakat bahwa amalan mulia ini memang disyariatkan. (Hasyiyah Asy Syarhul Mumti’ 7/519). Sehingga tak sepantasnya bagi seorang muslim yang mampu untuk meninggalkannya, karena amalan ini banyak mengandung unsur penghambaan diri kepada Allah, taqarrub, syiar kemuliaan Islam dan manfaat besar lainnya.
Berkurban Lebih Utama Daripada Sedekah
Beberapa ulama menyatakan bahwa berkurban itu lebih utama daripada sedekah yang nilainya sepadan. Bahkan lebih utama daripada membeli daging yang seharga atau bahkan yang lebih mahal dari harga binatang kurban tersebut kemudian daging tersebut disedekahkan. Sebab, tujuan yang terpenting dari berkurban itu adalah taqarrub kepada Allah melalui penyembelihan. (Asy Syarhul Mumti’ 7/521 dan Tuhfatul Maulud hal. 65)
Perihal Binatang Kurban
a. Harus Dari Binatang Ternak
Binatang ternak tersebut berupa unta, sapi, kambing ataupun domba. Hal ini sebagaimana firman Allah (artinya):
Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizkikan Allah kepada mereka.” (Al Hajj: 34)
Jika seseorang menyembelih binatang selain itu -walaupun harganya lebih mahal- maka tidak diperbolehkan. (Asy Syarhul Mumti’ 7/ 477 dan Al Majmu’ 8/222)
b. Harus Mencapai Usia Musinnah dan Jadza’ah
Hal ini didasarkan sabda Nabi :
لاَ تَذْبَحُوْا إِلاَّ مُسِنَّةً إِلاَّ أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوْا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ
Janganlah kalian menyembelih kecuali setelah mencapai usia musinnah (usia yang cukup bagi unta, sapi dan kambing untuk disembelih, pen). Namun apabila kalian mengalami kesulitan, maka sembelihlah binatang yang telah mencapai usia jadza’ah (usia yang cukup, pen) dari domba.” (H.R. Muslim)
Oleh karena tidak ada ketentuan syar’i tentang batasan usia tersebut maka terjadilah perselisihan di kalangan para ulama. Akan tetapi pendapat yang paling banyak dipilih dan dikenal di kalangan mereka adalah: unta berusia 5 tahun, sapi berusia 2 tahun, kambing berusia 1 tahun dan domba berusia 6 bulan. Pendapat ini dipilih oleh Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah di dalam Asy Syarhul Mumti’ 7/ 460.
c. Tidak Cacat
Klasifikasi cacat sebagaimana disebutkan Nabi dalam sabdanya:
أَرْبَعٌ لاَتَجُوْزُ فِيْ اْلأَضَاحِي: اَلْعَوْرَاءُ اَلْبَيِّنُ عَوْرُهاَ وَاْلمَرِيْضَةُ اَلْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَاْلعَرْجَاءُ اَلْبَيِّنُ ضِلْعُهَا وَاْلكَسِيْرُ -وَفِي لَفْظٍ- اَلْعَجْفَاءُ اَلَّتِي لاَ تُنْقِيْ
Empat bentuk cacat yang tidak boleh ada pada binatang kurban: buta sebelah yang jelas butanya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya dan kurus yang tidak bersumsum.” (H.R. Abu Dawud dan selainnya dengan sanad shahih)
Lantas, diantara para ulama memberikan kesimpulan sebagai berikut:
o Kategori cacat (didalam As Sunnah) yang tidak boleh ada pada binatang kurban adalah empat bentuk tadi. Kemudian dikiaskan kepadanya, cacat yang semisal atau yang lebih parah dari empat bentuk tersebut.
o Kategori cacat yang hukumnya makruh seperti terbakar atau robek telinga dan patah tanduk yang lebih dari setengah.
o Adapun cacat yang tidak teriwayatkan tentang larangannya -walaupun mengurangi kesempurnaan- maka ini masih diperbolehkan. (Asy Syarhul Mumti’ 7/476-477 dan selainnya)
Walaupun kategori yang ketiga ini diperbolehkan, namun sepantasnya bagi seorang muslim memperhatikan firman Allah (artinya):
“Kalian tidak akan meraih kebaikan sampai kalian menginfakkan apa-apa yang kalian cintai.” (Ali Imran : 92)
d. Jenis Binatang Apa Yang Paling Utama?
Para ulama berbeda pendapat tentang jenis binatang yang paling utama untuk dijadikan kurban. Hal ini disebabkan tidak adanya dalil yang shahih dan jelas yang menentukan jenis binatang yang paling utama, wallahu a’lam. Asy Syaikh Muhammad Amin Asy Syanqithi rahimahullah tidak menguatkan salah satu pendapat para ulama yang beliau sebutkan dalam kitab Adwa’ul Bayan 5/435, karena nampaknya masing-masing mereka memiliki alasan yang cukup kuat.
Hanya saja seseorang yang mau berkurban hendaknya memberikan yang terbaik dari apa yang dia mampu dan tidak meremehkan perkara ini. Allah mengingatkan (artinya):
Wahai orang-orang yang beriman, berinfaklah dengan sebagian yang baik dari usaha kalian dan sebagian yang Kami tumbuhkan di bumi ini untuk kalian. Janganlah kalian memilih yang buruk lalu kalian infakkan padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata. Ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji.” (Al Baqarah: 267)
Jumlah Binatang Kurban
a. Satu Kambing Mewakili Kurban Sekeluarga
Abu Ayyub Al Anshari Radhiallahu’anhu menuturkan: “Dahulu ada seseorang dimasa Rasulullah menyembelih seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya.” (H.R. At Tirmidzi dan selainnya dengan sanad shahih)
b. Satu Unta Atau Sapi Mewakili Kurban Tujuh Orang Dan Keluarganya
Hal ini dikemukakan Jabir bin Abdillah: “Kami dulu bersama Rasulullah pernah menyembelih seekor unta gemuk untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang pula pada tahun Al Hudaibiyyah.” (H.R. Muslim)
Waktu Penyembelihan
a. Awal Waktu
Yaitu setelah penyembelihan kurban yang dilakukan oleh imam (penguasa) kaum muslimin ditanah lapang. (H.R. Muslim). Apabila imam tidak melaksanakannya maka setelah ditunaikannya shalat ied. (Muttafaqun ‘alaihi)
b. Akhir waktu
Para ulama berbeda pendapat tentang akhir penyembelihan kurban. Ada yang berpendapat dua hari setelah ied, tiga hari setelah ied tersebut, hari ied itu sendiri (tentunya setelah tengelamnya matahari) dan hari akhir bulan Dzulhijjah. Perbedaan pendapat ini berlangsung seiring tidak adanya keterangan shahih dan jelas dari Nabi tentang batas akhir penyembelihan. Namun tampaknya dua pendapat pertama tadi cukuplah kuat. Wallahu a’lam.
Sunnah Yang Dilupakan
o Bagi orang yang hendak berkurban, tidak diperkenankan baginya untuk mengambil (mencukur) segala rambut/bulu, kuku dan kulit yang terdapat pada tubuhnya (orang yang berkurban tersebut, pen) setelah memasuki tanggal 1 Dzulhijjah sampai disembelih binatang kurbannya, sebagaimana hadits Ummu Salamah yang diriwayatkan oleh Muslim. Namun bila sebagian rambut/bulu, kulit dan kuku cukup mengganggu, maka boleh untuk mengambilnya sebagaimana keterangan Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dalam Asy Syarhul Mumti’ 7/ 532.
o Diantara sunnah yang dilupakan bahkan diasingkan mayoritas kaum muslimin adalah pelaksanaan kurban di tanah lapang setelah shalat ied oleh imam (penguasa) kaum muslimin. Wallahul musta’an. Padahal Rasulullah menunaikan amalan agung ini. Abdullah bin Umar Radhiallahu’anhu berkata: “Dahulu Rasulullah menyembelih binatang kurban di Mushalla (tanah lapang untuk shalat ied, pen).” (H.R. Bukhari). Dan tidaklah Rasulullah melakukan sesuatu kecuali pasti mengandung manfaat yang besar.
Tata Cara Penyembelihan
a. Menajamkan Pisau Dan Memperlakukan Binatang Kurban Dengan Baik
Rasulullah bersabda (artinya): “Sesungguhnya Allah mewajibkan perbuatan baik terhadap segala sesuatu. Apabila kalian membunuh maka bunuhlah dengan cara yang baik. Dan jika kalian menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik pula. Hendaklah salah seorang diantara kalian menajamkan pisaunya dan menyenangkan (tidak menyiksa) sesembelihannya.” (H.R. Muslim)
b. Menjauhkan Pisaunya Dari Pandangan Binatang Kurban
Cara ini seperti yang diceritakan Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah pernah melewati seseorang yang meletakkan kakinya didekat leher seekor kambing, sedangkan dia menajamkan pisaunya. Binatang itu pun melirik kepadanya. Lalu beliau bersabda (artinya): “Mengapa engkau tidak menajamkannya sebelum ini (sebelum dibaringkan, pen)?! Apakah engkau ingin mematikannya sebanyak dua kali?!.” (H.R. Ath Thabrani dengan sanad shahih)
c. Menghadapkan Binatang Kurban Kearah Kiblat
Sebagaimana hal ini pernah dilakukan Ibnu Umar Radhiallahu’anhu dengan sanad yang shahih.
d. Tata Cara Menyembelih Unta, Sapi, Kambing Atau Domba
Apabila sesembelihannya berupa unta, maka hendaknya kaki kiri depannya diikat sehingga dia berdiri dengan tiga kaki. Namun bila tidak mampu maka boleh dibaringkan dan diikat. Setelah itu antara pangkal leher dengan dada ditusuk dengan tombak, pisau, pedang atau apa saja yang dapat mengalirkan darahnya.
Sedangkan bila sesembelihannya berupa sapi, kambing atau domba maka dibaringkan pada sisi kirinya, kemudian penyembelih meletakkan kakinya pada bagian kanan leher binatang tersebut. Seiring dengan itu dia memegang kepalanya dan membiarkan keempat kakinya bergerak lalu menyembelihnya pada bagian atas dari leher. (Asy Syarhul Mumti’ 7/478-480 dengan beberapa tambahan)
e. Berdoa Sebelum Menyembelih
Lafadz doa tersebut adalah:
- بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ
Dengan nama Allah dan Allah itu Maha Besar.” (H.R. Muslim)
- بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ اَللَّهُمَّ هَذَا مِنْكَ وَلَكَ
Dengan nama Allah dan Allah itu Maha Besar, Ya Allah ini adalah dari-Mu dan untuk-Mu.” (H.R. Abu Dawud dengan sanad shahih)
Tidak Memberi Upah Sedikitpun Kepada Penyembelih Dari Binatang Sembelihannya
Larangan ini dipaparkan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu’anhu: “Aku pernah diperintah Rasulullah untuk mengurus kurban-kurban beliau dan membagikan apa yang kurban itu pakai (pelana dan sejenisnya pen) serta kulitnya. Dan aku juga diperintah untuk tidak memberi sesuatu apapun dari kurban tersebut (sebagai upah) kepada penyembelihnya. Kemudian beliau mengatakan: “Kami yang akan memberinya dari apa yang ada pada kami.” (Mutafaqun ‘alaihi)
Boleh Memanfaatkan Sesuatu Dari Binatang Kurban
Diperbolehkan untuk memanfaatkan sesuatu dari binatang tersebut seperti kulit untuk sepatu, tas, tanduk untuk perhiasan dan lain sebagainya. Hal ini didasarkan hadits Ali bin Abi Thalib Radhiallahu’anhu tadi.
Tidak Boleh Menjual Sesuatupun Dari Binatang Kurban
Larangan ini berlaku untuk seorang yang berkurban, dikarenakan menjual sesuatu dari kurban tersebut keadaannya seperti mengambil kembali sesuatu yang telah disedekahkan, yang memang dilarang Rasulullah . Beliau bersabda (artinya):
Permisalan seseorang yang mengambil kembali sedekahnya seperti anjing yang muntah kemudian menjilatinya lalu menelannya.” (H.R. Muslim dan Al Bukhari dengan lafadz yang hampir sama)
Disyariatkan Pemilik Kurban Memakan Daging Kurbannya
Diantara dalil yang mendasari perbuatan ini secara mutlak (tanpa ada batasan waktu) adalah firman Allah (yang artinya):
Maka makanlah daging-daging binatang tersebut dan berilah makan kepada orang fakir.” (Al Hajj : 28)
Demikian juga sabda Nabi (yang artinya):
Makanlah kalian, berilah makan (baik sebagai sedekah kepada fakir atau hadiah kepada orang kaya) dan simpanlah (untuk kalian sendiri).” (H.R. Bukhari)
Adapun ketentuan jumlah yang dimakan, diinfaqkan maupun yang disimpan maka tidak ada dalil yang sah tentang hal itu. Wallahu a’lam. Hanya saja, alangkah mulianya apa yang pernah dikerjakan Rasulullah ketika beliau hanya mengambil sebagian saja dari kurban sebanyak 100 unta. (H.R. Muslim)
Mutiara Hadits Shahih
Hadits Abu Qatadah Al Anshari :
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ: يُكَفِّرُ السَّنَةَ اْلمَاضِيَةَ وَاْلبَاقِيَةَ
Bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang puasa Arafah (9 Dzulhijjah). Maka beliau menjawab: “Menghapus dosa setahun yang lalu dan yang akan datang.” (H.R. Muslim)
E. Foto - foto penyembelihan Qurban SMP Negri 1 Cijeungjing