SETELAH pemerintah secara resmi menaikkan
harga BBM 1 Oktober lalu, bersama itu pula angka kemiskinan di negeri ini
semakin meningkat. Akumulasi dari semua itu adalah kesengsaraan dan penderitaan
bagi rakyat miskin. Gelombang penolakan dan protes atas kenaikan harga BBM
terjadi di mana-mana, baik itu dilakukan oleh mahasiswa, LSM, Ormas, dan
masyarakat pada umumnya. Bahkan di dalam tubuh DPR pun terjadi penolakan serupa
oleh sebagian fraksi yang tidak sependapat dengan kebijakan pemerintah
tersebut, dan hal tersebut masih terjadi hingga kini. Mereka menganggap apa
yang dilakukan pemerintah itu kurang memihak kepentingan rakyat.
Lalu, bagaimana
peran mahasiswaa sebagai agent of social change dalam menyikapi kenaikan
harga BBM yang berdampak pada meningkatnya angka kemiskinan di negeri ini,
cukupkah mereka melakukan demo untuk menyelesaikan masalah?
Kemiskinan
memang tak bisa dihindari, karena hal itu memang sudah menjadi sunnatullah,
namun kemiskinan yang direncanakan dan dibuat, merupakan satu tindakan yang
tidak berprikemanusiaan. Hal itulah yang saat ini sedang terjadi di Indonesia.
Dengan menaikkan harga BBM, berarti pemerintah telah membuat kemiskinan di
negeri ini semakin bertambah, dan hal itulah yang membuat sebagian kalangan,
terutama mahasiswa tidak terima dan melakukan protes dengan aksi turun ke jalan
menolak kebijakan yang tidak populer dan terkesan menindas rakyat.
Aksi demo
yang dilakukan mahasiswa di berbagai penjuru Nusantara itu bagi sebagian orang
ditanggapi dengan positif, namun bagi sebagian yang lain justru apatis dan
cenderung pesimis, karena hal tersebut dirasa tidak cukup efektif untuk
mengubah kebijakan pemerintah, apalagi untuk mengurangi kemiskinan yang terjadi
di negara ini.
Berbicara
soal demo yang dilakukan oleh mahasiswa, menurut penulis, merupakan hal yang
wajar, dan sejarah telah membuktikan bahwa demo mahasiswa pernah membuat
sejarah Indonesia menjadi berubah, mulai Indonesia merdeka, bahkan di tahun
1998 dengan semangat kebersamaan mahasiswa dapat meruntuhkan dan menumbangkan
rezim otoriter Soeharto. Indonesia pun kemudian memasuki gerbang reformasi
hinggga saat ini.
Hal itu pun
bisa saja terjadi saat ini. Bagi penulis, apa yang dilakukan oleh mahasiswa,
berupa demo, bisa diambil sisi positifnya. Dengan melakukan demo, mahasiswa
mungkin tidak serta merta akan dapat mengubah kebijakan pemerintah dalam
menaikkan harga BBM, namun di balik itu semua, paling tidak mahasiswa telah
berusaha sekuat tenaga dalam menekan pemerintah agar meninjau ulang kebijakan
itu, karena akibat yang ditimbulkan sangat menyengsarakan rakyat, terutama
rakyat miskin. Di samping itu, demo merupakan kontrol atas segala kebijakan
yang telah ditetapkan dan dijalankan oleh pemerintah selarna ini. Tugas yang
memang diemban mahasiswa adalah sebagai kontrol pemerinta. Apabila pemerintah
lalai dalam menentukan dan menjalankan kebijakan, maka tugas mahasiswa untuk
mengingatkan dan meluruskan.
Begitu juga
dengan adanya kebijakan kenaikan harga BBM yang tidak proporsional, maka sudah
sepantasnya mahasiswa melakukan tugasnya, yaitu berdemo dengan tujuan
mengingkatkan pemerintah bahwa kebijakan yang diambil adalah kurang tepat dan
tidak memihak pada kepentingan rakyat.
Kemiskinan
yang terjadi saat ini kemungkinan tidak akan dapat terselesaikan dengan hanya
berdemo. Namun, apa yang dilakukan mahasiswa tersebut merupakan wujud
kepedulian dan pembelaan terhadap kaum miskin di negeri ini. Oleh sebab itu,
sudah seharusnya masyarakat mendukung apa yang dilakukan oleh mahasiswa, karena
tanpa ada dukungan masyarakat, apa yang dilakukan mahasiwa tidak akan ada
artinya, tanpa adanya dukungan masyarakat pula, perjuangan mahasiswa dalam
melakukan kontrol terhadap segala kebijakan pemerintah akan sia-sia.
Peran
mahasiswa dalam menyikapi kemiskinan di negeri ini, selain lewat demo, dapat
juga dilakukan dengan cara pendampingan-pendampingan sebagaimana yang dilakukan
oleh LSM. Hal ini diperlukan dalam rangka memberikan motivasi dan dukungan
kepada masyarakat miskin khususnya, agar tidak gampang menyerah dan putus asa
dalam menjalani hidup yang tidak menentu ini. Di sini dibutuhkan
mahasiswa-mahasiswa yang memang benar-benar mempunyai jiwa kesabaran,
kepedulian serta keikhlasan dalam menolong sesama. Karena pendampingan yang
dilakukan membutuhkan waktu relatif lama, sedangkan mahasiswa sendiri masih
harus belajar setiap harinya. Namun, semua itu bisa disiasati. Apa pun tugas berat
yang harus dipikil, kalau ada kemauan dan niat yang ikhlas, maka akan mudah
dilakukan.
Oleh: Fauzul Andim - Mahasiswa
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar