Nama : Pasca Adha Pratama
Sekolah : SMP Negeri 1 Cijeungjing
Sekolah : SMP Negeri 1 Cijeungjing
Kelas :
IX A (Sembilan A)
Soal Tugas !
1. Cari pengertian KKN (Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme) secara Rinci
2. Cari Dasar Hukum tentang Pemberantasan Korupsi
!
3. Buat salah satu contoh Korupsi !
Jawab !
1. Pengertian KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)
1). Korupsi
Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere =
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut Transparency
International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun
pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau
memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik
yang dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar
mencakup unsur-unsur sbb:
perbuatan melawan hukum;
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
perbuatan melawan hukum;
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain,
diantaranya:
memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
penggelapan dalam jabatan;
pemerasan dalam jabatan;
ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
penggelapan dalam jabatan;
pemerasan dalam jabatan;
ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah
penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk
pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi
berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan
dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat
yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang
arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak
jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk
sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan
kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi,
korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari
masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara
korupsi dan kriminalitas|kejahatan.
Tergantung
dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap
korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di
satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
2). Kolusi
Di dalam bidang studi ekonomi, kolusi terjadi di dalam satu bidang
industri disaat beberapa perusahaan saingan bekerja sama untuk kepentingan
mereka bersama. Kolusi paling sering terjadi dalam satu bentuk pasar oligopoli,
dimana keputusan beberapa perusahaan untuk bekerja sama, dapat secara
signifikan mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Kartel adalah kasus khusus
dari kolusi berlebihan, yang juga dikenal sebagai kolusi tersembunyi.
kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat
kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang
diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar
segala urusannya menjadi lancar
3). Nepotisme
3). Nepotisme
Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan
hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Kata ini biasanya digunakan dalam
konteks derogatori.
Sebagai
contoh, kalau seorang manajer mengangkat atau menaikan jabatan seorang saudara,
bukannya seseorang yang lebih berkualifikasi namun bukan saudara, manajer
tersebut akan bersalah karena nepotisme. Pakar-pakar biologi telah
mengisyaratkan bahwa tendensi terhadap nepotisme adalah berdasarkan naluri,
sebagai salah satu bentuk dari pemilihan saudara.
Kata nepotisme berasal dari kata Latin nepos, yang berarti
“keponakan” atau “cucu”. Pada Abad Pertengahan beberapa paus Katholik dan
uskup- yang telah mengambil janji “chastity” , sehingga biasanya tidak
mempunyai anak kandung – memberikan kedudukan khusus kepada keponakannya
seolah-olah seperti kepada anaknya sendiri. Beberapa paus diketahui mengangkat
keponakan dan saudara lainnya menjadi kardinal. Seringkali, penunjukan tersebut
digunakan untuk melanjutkan “dinasti” kepausan. Contohnya, Paus Kallistus III,
dari keluarga Borja, mengangkat dua keponakannya menjadi kardinal; salah
satunya, Rodrigo, kemudian menggunakan posisinya kardinalnya sebagai batu
loncatan ke posisi paus, menjadi Paus Aleksander VI. Kebetulan, Alexander
mengangkat Alessandro Farnese, adik kekasih gelapnya, menjadi kardinal; Farnese
kemudian menjadi Paus Paulus III. Paul juga melakukan nepotisme, dengan
menunjuk dua keponakannya (umur 14 tahun dan 16 tahun) sebagai Kardinal.
Praktek seperti ini akhirnya diakhiri oleh Paus Innosensius XII yang
mengeluarkan bulla kepausan Romanum decet pontificem pada tahun 1692. Bulla
kepausan ini melarang semua paus di seluruh masa untuk mewariskan tanah milik,
kantor, atau pendapatan kepada saudara, dengan pengecualian bahwa seseorang
saudara yang paling bermutu dapat dijadikan seorang Kardinal.
2. Dasar Hukum tentang Pemberantasan Korupsi
Pemberantasan tindak pidana korupsi berdasarkan
ketentuan-ketentuan berikut :
a. Undang-undang
RI No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Korupsi
b. Undang-undang
RI No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari
korupsi kolusi dan nepotisme
c. Undang-undang
RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi
d. Peraturan
Pemerintahan RI No. 71 tahun 2000 tentang tata cara pelaksanaan peran serta
masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi
e. Undang-undang
Ri No, 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang RI No. 31 tahun 1999
tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
f. Undang-undang
RI No. 15 tahun 2002 Tindak pidana pencucian uang
g. Undang-Undang
RI No. 30 tahun 2002 tentang Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi
h. Undang-undang
RI No. 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Convention Against
Corruption , 2003 (Konvensi Perserikatan PBB Anti Korupsi , 2003)
i. Instruksi
Presiden Republik Indonesia No. 5 tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan
korupsi
j. Undang-undang
RI No. 46 tahun 2004 tentang pengadilan tindak pidana korupsi
- Lembaga
yang Menangani Perbuatan Korupsi –
Ada dua macam formal dan non formal :
Formal (resmi)
- Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK)
Tugas KPK :
1. Koordinasi
dengan Instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
2. Supervisi
terhadap Instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
3. Melakukan
Penyidikan dan penuntun terhadap tindak pidana korupsi
4. Melakukan
tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi
5. Melakukan
monitor terhadap penyelenggaraan pemerintah Negara
Wewenang KPK :
1. Mengordinasi
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi
2. Menetapkan
system pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi
3. Meminta
informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi
yang terkait
4. Melaksanakan
dengan pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi
5. Meminta laporan
instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi
Non formal (tidak resmi)
- Indonesia
Corruption Watch (ICW)
Indonesian Corruption Watch atau disingkat ICW adalah
sebuahorganisasi non-pemerintah (NGO) yang mempunyai misi untuk
mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai aksi korupsi yang terjadi di Indonesia.
ICW adalah lembaga nirlaba yang terdiri dari
sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi melalui
usaha-usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat/berpartisipasi aktif melakukan
perlawanan terhadap praktik korupsi
3. Salah Satu Contoh Korupsi !
Kasus Korupsi Bank Century
Dalam laporan BPK ketika itu menunjukkan beberapa
pelanggaran yang dilakukan Bank Century sebelum diambil alih. BPK
mengungkap sembilan temuan pelanggaran yang terjadi. Bank Indonesia (BI) saat itu
dipimpin oleh Boediono–sekarang wapres–dianggap tidak tegas pada pelanggaran Bank Century yang terjadi dalam kurun waktu
2005-2008.
BI, diduga mengubah
persyaratan CAR. Dengan maksud, Bank Century bisa mendapatkan Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). Kemudian, soal keputusan Komite Stabilitas
Sistem Keuangan (KKSK)–saat itu diketuai Menkeu Sri Mulyani–dalam menangani
Bank Century, tidak didasari data yang lengkap. Pada saat penyerahan Bank
Century, 21 November 2008, belum dibentuk berdasar UU.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga
diduga melakukan rekayasa peraturan agar Bank Century mendapat
tambahan dana. Beberapa hal kemudian terungkap pula, saat Bank Century dalam
pengawasan khusus, ada penarikan dana sebesar Rp 938 miliar yang
tentu saja, menurut BPK, melanggar peraturan BI. Pendek kata, terungkap
beberapa praktik perbankan yang tidak sehat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar