Minggu, 10 November 2013

Makalah KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)

Nama                : Pasca Adha Pratama
Sekolah            : SMP Negeri 1 Cijeungjing
Kelas                : IX A (Sembilan A)

Soal Tugas !
1. Cari pengertian KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) secara Rinci
2.  Cari Dasar Hukum tentang Pemberantasan Korupsi !
3. Buat salah satu contoh Korupsi !

Jawab !
1. Pengertian KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)
1). Korupsi
Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sbb:
perbuatan melawan hukum;
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya:
memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
penggelapan dalam jabatan;
pemerasan dalam jabatan;
ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

2). Kolusi
Di dalam bidang studi ekonomi, kolusi terjadi di dalam satu bidang industri disaat beberapa perusahaan saingan bekerja sama untuk kepentingan mereka bersama. Kolusi paling sering terjadi dalam satu bentuk pasar oligopoli, dimana keputusan beberapa perusahaan untuk bekerja sama, dapat secara signifikan mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Kartel adalah kasus khusus dari kolusi berlebihan, yang juga dikenal sebagai kolusi tersembunyi.
kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar

3). Nepotisme
Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Kata ini biasanya digunakan dalam konteks derogatori.
Sebagai contoh, kalau seorang manajer mengangkat atau menaikan jabatan seorang saudara, bukannya seseorang yang lebih berkualifikasi namun bukan saudara, manajer tersebut akan bersalah karena nepotisme. Pakar-pakar biologi telah mengisyaratkan bahwa tendensi terhadap nepotisme adalah berdasarkan naluri, sebagai salah satu bentuk dari pemilihan saudara.
Kata nepotisme berasal dari kata Latin nepos, yang berarti “keponakan” atau “cucu”. Pada Abad Pertengahan beberapa paus Katholik dan uskup- yang telah mengambil janji “chastity” , sehingga biasanya tidak mempunyai anak kandung – memberikan kedudukan khusus kepada keponakannya seolah-olah seperti kepada anaknya sendiri. Beberapa paus diketahui mengangkat keponakan dan saudara lainnya menjadi kardinal. Seringkali, penunjukan tersebut digunakan untuk melanjutkan “dinasti” kepausan. Contohnya, Paus Kallistus III, dari keluarga Borja, mengangkat dua keponakannya menjadi kardinal; salah satunya, Rodrigo, kemudian menggunakan posisinya kardinalnya sebagai batu loncatan ke posisi paus, menjadi Paus Aleksander VI. Kebetulan, Alexander mengangkat Alessandro Farnese, adik kekasih gelapnya, menjadi kardinal; Farnese kemudian menjadi Paus Paulus III. Paul juga melakukan nepotisme, dengan menunjuk dua keponakannya (umur 14 tahun dan 16 tahun) sebagai Kardinal. Praktek seperti ini akhirnya diakhiri oleh Paus Innosensius XII yang mengeluarkan bulla kepausan Romanum decet pontificem pada tahun 1692. Bulla kepausan ini melarang semua paus di seluruh masa untuk mewariskan tanah milik, kantor, atau pendapatan kepada saudara, dengan pengecualian bahwa seseorang saudara yang paling bermutu dapat dijadikan seorang Kardinal.

2. Dasar Hukum tentang Pemberantasan Korupsi
Pemberantasan tindak pidana korupsi berdasarkan ketentuan-ketentuan berikut :
a.       Undang-undang RI No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Korupsi
b.      Undang-undang RI No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi kolusi dan nepotisme
c.       Undang-undang RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi
d.      Peraturan Pemerintahan RI No. 71 tahun 2000 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
e.       Undang-undang Ri No, 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang RI No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
f.       Undang-undang RI No. 15 tahun 2002 Tindak pidana pencucian uang
g.      Undang-Undang RI No. 30 tahun 2002 tentang Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi
h.      Undang-undang RI No. 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Convention Against Corruption , 2003 (Konvensi Perserikatan PBB Anti Korupsi , 2003)
i.        Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 5 tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi
j.        Undang-undang RI No. 46 tahun 2004 tentang pengadilan tindak pidana korupsi

-          Lembaga yang Menangani Perbuatan Korupsi –
Ada dua macam formal dan non formal :
Formal (resmi)
-          Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Tugas KPK :
1.      Koordinasi dengan Instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
2.      Supervisi terhadap Instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
3.      Melakukan Penyidikan dan penuntun terhadap tindak pidana korupsi
4.      Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi
5.      Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintah Negara

Wewenang KPK :
1.      Mengordinasi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi
2.      Menetapkan system pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi
3.      Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait
4.      Melaksanakan dengan pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
5.      Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi
Non formal (tidak resmi)
-          Indonesia Corruption Watch (ICW)
Indonesian Corruption Watch atau disingkat ICW adalah sebuahorganisasi non-pemerintah (NGO) yang mempunyai misi untuk mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai aksi korupsi yang terjadi di Indonesia.
ICW adalah lembaga nirlaba yang terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi melalui usaha-usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat/berpartisipasi aktif melakukan perlawanan terhadap praktik korupsi

3. Salah Satu Contoh Korupsi !
Kasus Korupsi Bank Century 

Dalam laporan BPK ketika itu menunjukkan beberapa pelanggaran yang dilakukan Bank Century sebelum diambil alih. BPK mengungkap sembilan temuan pelanggaran yang terjadi. Bank Indonesia (BI) saat itu dipimpin oleh Boediono–sekarang wapres–dianggap tidak tegas pada pelanggaran Bank Century yang terjadi dalam kurun waktu 2005-2008.
BI, diduga mengubah persyaratan CAR. Dengan maksud, Bank Century bisa mendapatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). Kemudian, soal keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK)–saat itu diketuai Menkeu Sri Mulyani–dalam menangani Bank Century, tidak didasari data yang lengkap. Pada saat penyerahan Bank Century, 21 November 2008, belum dibentuk berdasar UU.

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga diduga melakukan rekayasa peraturan agar Bank Century mendapat tambahan dana. Beberapa hal kemudian terungkap pula, saat Bank Century dalam pengawasan khusus, ada penarikan dana sebesar Rp 938 miliar yang tentu saja, menurut BPK, melanggar peraturan BI. Pendek kata, terungkap beberapa praktik perbankan yang tidak sehat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar