Setiap
hari kamu melakukan kegiatan-kegiatan yang sudah terpola, seperti mandi, makan,
tidur, bermain, belajar, dan sekolah. Kegiatan-kegiatan itu kamu lakukan secara
otomatis dan terkendali dengan baik. Apakah pengendalian? Siapa yang melakukan
pengendalian? Mari kita bahas pada subpokok bahasan berikut ini.
1.
Pengertian Pengendalian Sosial
Pengendalian
sosial dilakukan untuk menjamin bahwa nilainilai dan norma sosial yang berlaku
ditaati oleh anggota masyarakat. Hal ini menyangkut manusia sebagai makhluk
sosial yang hidup bersama dalam kelompok atau masyarakat. Dalam pergaulan
sehari-hari, perilaku manusia selalu diatur oleh nilai dan norma sosial yang
memberi batas pada kelakuannya. Tujuan pengaturan itu dimaksudkan agar tindakan
yang dilakukan seseorang atau suatu kelompok tidak merugikan pihak lain.
Pelanggaran terhadap nilai dan norma sosial yang berlaku akan menimbulkan
pertentangan-pertentangan antara berbagai kepentingan dari bermacam-macam
pihak, sehingga terjadi guncangan-guncangan di dalam masyarakat.
Dengan
demikian, pengendalian sosial dapat diartikan sebagai suatu proses yang
direncanakan atau yang tidak direncanakan yang bertujuan untuk mengajak,
membimbing, bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi nilai-nilai dan kaidah-kaidah
yang berlaku . Apabila pengendalian sosial dijalankan secara efektif, maka
perilaku individu akan konsisten dengan tipe perilaku yang diharapkan. Untuk
mengetahui lebih jauh mengenai hakikat pengendalian sosial, kita dapat memahami
definisi pengendalian sosial yang dikemukakan para sosiolog berikut ini.
a.
Peter L. Berger
Pengendalian
sosial adalah berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan
anggotanya yang menyimpang.
b.
Bruce J. Cohen
Pengendalian
sosial adalah cara-cara atau metode yang digunakan untuk mendorong seseorang
agar berperilaku selaras dengan kehendak kelompok atau masyarakat luas
tertentu.
c.
Joseph S. Roucek
Pengendalian
sosial adalah segenap cara dan proses pengawasan yang direncanakan atau tidak
direncanakan yang bertujuan mengajak, mendidik, atau bahkan memaksa warga
masyarakat agar mematuhi norma dan nilai yang berlaku.
Berdasarkan
pengertian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa pengendalian sosial meliputi
sistem dan proses yang mendidik, mengajak, dan memaksa.
a.
Mendidik, dimaksudkan agar dalam diri
seseorang terdapat perubahan sikap dan tingkah laku untuk bertindak sesuai
dengan norma. Sikap dan tindakan ini didapat melalui pendidikan formal maupun
informal.
b.
Mengajak, bertujuan untuk mengarahkan agar
perbuatan seseorang didasarkan pada norma-norma yang berlaku, dan tidak
menuruti kemauannya sendiri-sendiri.
c.
Memaksa, bertujuan untuk memengaruhi secara
tegas agar seseorang bertindak sesuai dengan norma-norma yang berlaku, apabila
tidak akan dikenai sanksi.
2.
Ciri dan Tujuan Pengendalian Sosial
Pengendalian
sosial sangat penting demi kelangsungan hidup suatu masyarakat. Lalu, apakah
yang menjadi ciri dan tujuan pengendalian sosial?
a.
Ciri-Ciri Pengendalian Sosial
Merujuk
pada definisi di atas kita dapat mengidentifikasi ciri-ciri yang terdapat dalam
pengendalian sosial, di antaranya adalah sebagai berikut.
1)
Suatu cara atau metode tertentu terhadap masyarakat.
2)
Bertujuan mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan-perubahan yang
terus terjadi di dalam suatu masyarakat.
3)
Dapat dilakukan oleh suatu kelompok terhadap kelompok lainnya atau oleh suatu
kelompok terhadap individu.
4)
Dilakukan secara timbal balik meskipun terkadang tidak disadari oleh kedua
belah pihak.
b.
Tujuan Pengendalian Sosial
Secara
sederhana, tujuan pengendalian sosial dapat dirumuskan sebagai berikut.
1)
Tujuan eksploratif, karena dimotivasikan oleh
kepentingan diri, baik secara langsung maupun tidak.
2)
Tujuan regulatif, dilandaskan pada kebiasaan atau
adat istiadat.
3)
Tujuan kreatif atau konstruktif,
diarahkan pada perubahan sosial yang dianggap bermanfaat.
3.
Jenis Pengendalian Sosial
Dalam
kehidupan bersama di masyarakat, pengendalian sosial berfungsi untuk
menciptakan suatu tatanan masyarakat yang teratur dan sesuai dengan norma-norma
yang telah disepakati bersama. Guna mewujudkan maksud tersebut kita mengenal
beberapa jenis pengendalian sosial yang didasarkan pada sifat dan tujuannya,
resmi dan tidaknya, serta siapa yang melakukan pengendalian.
a.
Menurut Sifat dan Tujuan
Dilihat
dari sifat dan tujuannya, kita mengenal pengendalian preventif, pengendalian
represif, serta pengendalian gabungan antara pengendalian preventif dan
represif.
1)
Pengendalian preventif,
merupakan usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan terhadap
norma dan nilai sosial yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian pengendalian
ini dilakukan sebelum terjadinya penyimpangan dengan maksud untuk melakukan
pencegahan sedini mungkin guna menghindari kemungkinan terjadinya tindakan
penyimpangan. Usahausaha pengendalian preventif dapat dilakukan melalui
pendidikan dalam keluarga dan masyarakat (informal), serta pendidikan di
sekolah (formal). Misalnya pemasangan rambu-rambu lalu lintas guna mencegah
ketidaktertiban dan kecelakaan di jalan raya.
2)
Pengendalian represif, merupakan usaha untuk
mengembalikan keserasian, keteraturan, dan keharmonisan yang terganggu akibat
adanya pelanggaran norma atau perilaku menyimpang. Jadi, pengendalian ini
dilakukan setelah terjadi pelanggaran. Tujuannya adalah untuk menyadarkan pihak
yang berperilaku menyimpang tentang akibat dari perbuatannya, sekaligus agar ia
mematuhi norma-norma sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Misalnya seorang
guru yang mencoret pekerjaan (ulangan) salah satu siswanya karena ketahuan
menyontek.
3)
Pengendalian gabungan, merupakan usaha yang bertujuan
untuk mencegah terjadinya penyimpangan (preventif) sekaligus mengembalikan
penyimpangan yang tidak sesuai dengan norma sosial (represif). Usaha
pengendalian yang memadukan ciri preventif dan represif ini dimaksudkan agar
suatu perilaku tidak sampai menyimpang dari norma, dan kalaupun terjadi,
penyimpangan itu tidak sampai merugikan orang yang bersangkutan maupun orang
lain.
b.
Menurut Resmi dan Tidak
Dilihat
dari resmi dan tidaknya, kita mengenal pengendalian resmi dan pengendalian
tidak resmi.
1)
Pengendalian resmi adalah pengawasan yang didasarkan
atas penugasan oleh badan-badan resmi. Misalnya pengawasan yang dilakukan oleh
sekolah terhadap semua warga sekolah agar perilakunya sesuai dengan peraturan
sekolah.
2)
Pengendalian tidak resmi adalah
pengendalian yang dilakukan sendiri oleh warga masyarakat dan dilaksanakan demi
terpeliharanya peraturan-peraturan yang tidak resmi milik masyarakat. Dikatakan
tidak resmi karena peraturan itu sendiri tidak dirumuskan dengan jelas dan
tidak ditemukan dalam hukum tertulis, tetapi hanya diingatkan oleh warga
masyarakat. Contohnya dalam masyarakatmu terdapat kesepakatan pemberlakuan jam
malam bagi tamu. Apabila kamu melanggar, maka kamu akan ditegur warga
masyarakat yang lain, seperti tetangga atau ketua RT.
c.
Menurut Siapa yang Melakukan Pengendalian
Dilihat
dari siapa yang melakukan pengendalian, kita mengenal pengendalian
institusional dan pengendalian berpribadi.
1)
Pengendalian institusional adalah pengaruh yang datang dari suatu pola
kebudayaan yang dimiliki lembaga (institusi) tertentu. Pola-pola kelakuan dan
kaidah-kaidah lembaga itu tidak saja mengontrol anggota lembaga, tetapi juga
warga masyarakat yang berada di luar lembaga itu.
2)
Pengendalian berpribadi adalah pengaruh baik atau buruk yang datang dari
orang tertentu. Artinya, tokoh yang berpengaruh itu dapat dikenal.
4.
Cara Pengendalian Sosial
Proses
pengendalian sosial dalam masyarakat agar dapat berjalan dengan lancar, efektif,
dan mencapai tujuan yang diinginkan diperlukan cara. Kita mengenal empat cara
pengendalian sosial, yaitu dengan menggunakan kekerasan, tanpa menggunakan
kekerasan, formal, dan informal.
a.
Pengendalian Tanpa Kekerasan (Persuasi)
Pengendalian
ini biasanya dilakukan terhadap suatu masyarakat yang relatif hidup dalam
keadaan tenteram. Sebagian besar nilai dan norma telah melembaga dan mendarah
daging dalam diri warga masyarakat. Pengendalian ini dilakukan dengan pemberian
ceramah umum atau keagamaan, pidato-pidato pada acara resmi, dan lain-lain.
b.
Pengendalian dengan Kekerasan (Koersi)
Pengendalian
ini dilakukan bagi masyarakat yang kurang tenteram atau apabila cara
pengendalian tanpa kekerasan tidak berhasil. Misalnya menindak tegas para
pengedar, bandar, pemakai narkoba, dan pihak-pihak terkait dengan menjatuhi
hukuman penjara. Jenis pengendalian dengan kekerasan ini ada dua, yaitu
kompulsi dan pervasi.
1)
Kompulsi ( compulsion ) adalah
situasi yang diciptakan sedemikian rupa sehingga seseorang terpaksa taat atau
mengubah sifatnya dan menghasilkan kepatuhan yang tidak langsung. Misalnya
pemberlakuan hukuman penjara untuk mengendalikan perbuatan mencuri.
2)
Pervasi ( pervasion ) adalah
penanaman norma-norma yang ada secara berulang-ulang dan terus-menerus dengan
harapan bahwa hal tersebut dapat meresap ke dalam kesadaran seseorang. Misalnya
bahaya narkoba yang dapat disampaikan secara berulang-ulang dan terusmenerus
melalui media massa.
c.
Pengendalian Formal
Pengendalian
secara formal dapat dilakukan melalui hukuman fisik, lembaga pendidikan, dan
lembaga keagamaan.
1)
Hukuman Fisik
Model
pengendalian ini dilakukan oleh lembaga-lembaga resmi yang diakui oleh semua
lapisan masyarakat, seperti kepolisian, sekolah, dan yang lainnya. Misalnya
menghukum siswa agar berdiri di depan kelas karena tidak mengerjakan tugas atau
PR.
2)
Lembaga Pendidikan
Pengendalian
sosial melalui lembaga pendidikan formal, nonformal, maupun informal
mengarahkan perilaku seseorang agar sesuai dengan norma-norma sosial yang
berlaku dalam masyarakat.
3)
Lembaga Keagamaan
Setiap
agama mengajarkan hal-hal yang baik kepada para penganutnya. Ajaran tersebut
terdapat dalam kitab suci masing-masing agama. Pemeluk agama yang taat pada
ajaran agamanya akan senantiasa menjadikan ajaran itu sebagai pegangan dan
pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku, serta berusaha mewujudkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Dia juga merasa apabila tingkah lakunya melanggar dari
ketentuan-ketentuan ajaran agamanya pasti berdosa.
d.
Pengendalian Informal
Pengendalian
sosial secara tidak resmi (informal) dapat dilakukan melalui desas-desus,
pengucilan, celaan, dan ejekan.
1)
Desas-desus (gosip) adalah berita yang menyebar secara
cepat dan tidak berdasarkan fakta (kenyataan) atau buktibukti yang kuat. Dengan
beredarnya gosip orang-orang yang telah melakukan pelanggaran akan merasa malu
dan berusaha untuk memperbaiki perilakunya.
2)
Pengucilan adalah suatu tindakan pemutusan
hubungan sosial dari sekelompok orang terhadap seorang anggota masyarakat yang
telah melakukan pelanggaran terhadap nilai dan norma yang berlaku.
3)
Celaan adalah tindakan kritik atau tuduhan
terhadap suatu pandangan, sikap, dan perilaku yang tidak sejalan (tidak sesuai)
dengan pandangan, sikap, dan perilaku anggota kelompok pada umumnya.
4)
Ejekan adalah tindakan membicarakan
seseorang dengan menggunakan kata-kata kiasan, perumpamaan, atau kata-kata yang
berlebihan serta bermakna negatif. Mungkin juga dengan menggunakan kata-kata
yang artinya berlawanan dengan yang dimaksud.
5.
Pola Pengendalian Sosial
Di
masyarakat, proses pengendalian sosial umumnya dilakukan dengan pola-pola
seperti berikut ini.
a.
Pengendalian Kelompok terhadap Kelompok
Pengendalian
ini terjadi apabila suatu kelompok mengawasi perilaku kelompok yang lain.
Misalnya DPR RI dalam acara dengar pendapat dengan Menteri Kehutanan dan staf
Departemen Kehutanan, meminta agar pengawasan hutan benar-benar ditingkatkan,
sehingga penebangan hutan secara liar tidak terulang kembali. Contoh itu
memperlihatkan bahwa pengendalian sosial dari kelompok terhadap kelompok
terjadi antara kelompok sebagai suatu kesatuan dan bukan menyangkut
pribadipribadi dari anggota kelompok yang bersangkutan.
b.
Pengendalian Kelompok terhadap Anggotanya (Individu)
Pengendalian
ini terjadi apabila suatu kelompok menentukan perilaku para anggotanya.
Misalnya sekolah memberi teguran kepada salah seorang siswa karena telah
melakukan pelanggaran tata tertib sekolah. Contoh lainnya adalah Dewan
Perwakilan Rakyat yang mengawasi jalannya pemerintahan yang diselenggarakan
oleh presiden.
c.
Pengendalian Pribadi terhadap Pribadi Lainnya
Pengendalian
ini terjadi apabila individu mengadakan pengawasan terhadap individu lainnya.
Contoh pengen-dalian sosial ini dapat kamu pahami dalam peristiwa berikut ini.
A sebagai individu, menegur B yang merupakan sahabatnya, supaya tidak melakukan
pelanggaran terhadap tata tertib sekolah. Dalam peristiwa kecil di atas, A
telah melakukan pengendalian sosial. Hal semacam itu juga pasti pernah kamu
lakukan ketika teman-temanmu melakukan hal yang tidak semestinya, misalnya
mencontek waktu ujian, menggosip, mencuri uang teman, ingin mengonsumsi
narkotika, dan berkelahi. Atau sebaliknya kamu sendiri pernah ditegur oleh
orang-orang di sekitarmu, seperti teman, Bapak, Ibu, dan guru, ketika kamu
melakukan hal-hal
yang
tidak semestinya dilakukan.
d.
Pengendalian Individu terhadap Kelompok
Pengendalian
sosial jenis ini terjadi misalnya, ketika seorang guru sedang mengawasi para
siswa yang sedang mengerjakan ujian. Dalam peristiwa itu guru melakukan
pengendalian sosial terhadap kelompok (para siswa).
6.
Agen (Media) Pengendalian Sosial
Beberapa
pranata sosial yang berperan sebagai agen pengendalian sosial di antaranya adalah
kepolisian, pengadilan, tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, sekolah,
keluarga, dan mahasiswa.
a.
Kepolisian
Polisi
merupakan aparat resmi pemerintah yang bertugas menertibkan keamanan. Secara
umum tugas polisi adalah memelihara ketertiban masyarakat serta menangkap dan
menahan setiap anggota masyarakat yang dituduh atau dicurigai melakukan
kejahatan yang meresahkan masyarakat.
b.
Pengadilan
Pengadilan
merupakan suatu badan yang dibentuk oleh negara untuk menangani, menyelesaikan,
dan mengadili setiap perbuatan yang melanggar hukum. Dalam mengadili
sekaligus
memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Unsur-unsur aparat yang
berhubungan dengan pengadilan, antara lain hakim, jaksa, polisi, dan pengacara.
Dapatkah kamu menyebutkan tugas masing-masing?
c.
Tokoh Adat
Kebiasaan-kebiasaan
yang terbentuk dan berkembang dalam masyarakat, memiliki nilai dan dijunjung
tinggi oleh anggotanya, serta bersifat magis religius mengenai nilai-nilai
budaya, norma-norma hukum, dan aturan-aturan yang mengikat disebut adat. Adat
biasanya disebut juga sebagai aturan tradisional. Pihak yang berperan
menegakkan adat adalah tokoh adat. Peranan tokoh adat sangat penting untuk
membina serta mengendalikan sikap dan tingkah laku warga masyarakat agar sesuai
dengan ketentuan adat. Bentuk pengendalian sosial ini, antara lain penetapan
sanksi berupa denda, pengucilan dari lingkungan adat, atau teguran.
d.
Tokoh Agama
Orang
yang memiliki pemahaman luas tentang suatu agama dan menjalankan pengaruhnya
sesuai dengan pemahaman tersebut dinamakan tokoh agama. Orang yang termasuk
tokoh agama adalah pendeta, ulama, biksu, ustadz, pastor, kyai, dan brahmana
bagi umat Hindu. Tokoh agama ini sangat berpengaruh di lingkungannya karena
nilai-nilai dan norma-norma yang ditanamkannya berkaitan dengan perdamaian,
sikap saling mengasihi, saling menghargai, saling mencintai, saling menghormati
antarsesama manusia, kebaikan, dan lain sebagainya.
e.
Tokoh Masyarakat
Setiap
orang yang dianggap berpengaruh dalam kehidupan sosial suatu masyarakat disebut
sebagai tokoh masyarakat. Tokoh ini dapat mencakup golongan terpandang atau
terkemuka dalam masyarakat, seperti penguasa, cendekiawan, dan ketua adat.
Seseorang dianggap 'tokoh' karena mempunyai kelebihan tertentu dan dapat
menjadi panutan atau contoh di lingkungan masyarakatnya.
f.
Sekolah
Sekolah
sebagai lembaga pendidikan formal memiliki peranan dalam pengendalian sosial.
Guru-guru senantiasa mendidik dan menegur murid-muridnya agar mau menaati tata
tertib yang berlaku di sekolah. Sebaliknya, apabila ada murid yang melanggar,
guru memiliki kewajiban untuk memberikan sanksi kepada murid tersebut.
g.
Keluarga
Setiap
orang tua pasti mengendalikan perilaku anak-anaknya agar sesuai dengan nilai
dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Caranya dengan mendidik, menasihati,
dan turut menyosialisasikan nilai dan norma yang ada.
h.
Mahasiswa
Mahasiswa
dapat selalu memonitor semua kebijakan pemerintah dan berusaha untuk melakukan counter
terhadap kebijakan yang tidak sesuai dengan aspirasi dan kondisi masyarakat.
Misalnya dengan melakukan demonstrasi.
7.
Fungsi Pengendalian Sosial
Koentjaraningrat mengidentifikasikan fungsi pengendalian sosial sebagai
berikut.
a.
Mempertebal Keyakinan Masyarakat tentang Kebaikan Norma
Norma
diciptakan oleh masyarakat sebagai petunjuk hidup bagi anggotanya dalam
bersikap dan bertingkah laku, agar tercipta ketertiban dan keteraturan dalam
hidup bermasyarakat. Untuk mempertebal keyakinan ini dapat ditempuh melalui
pendidikan di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun sekolah. Pendidikan di
lingkungan keluarga merupakan cara yang paling pokok untuk meletakkan dasar
keyakinan akan norma pada diri anak sejak dini. Selanjutnya, seiring dengan
pertambahan usia anak, maka lingkungan sosialisasinya juga semakin luas,
sehingga masyarakat dan sekolah juga turut berperan dalam mempertebal keyakinan
terhadap norma-norma.
Selain
itu juga dapat dilakukan dengan sugesti sosial. Cara ini dilakukan dengan
memengaruhi alam pikiran seseorang melalui cerita-cerita, dongeng-dongeng,
karya-karya orang besar, atau perjuangan pahlawan. Misalnya cerita mengenai
seorang anak yang taat beribadah. Tujuannya memberikan gambaran pada seseorang
untuk dapat mengambil hikmah dari hal-hal tersebut.
Cara
lainnya adalah dengan menonjolkan kelebihan normanorma pada saat mengenalkan
dan menanamkannya pada diri anak. Maksudnya agar anak tertarik untuk
mempelajari, menghayati, dan mengamalkan norma-norma itu dalam kehidupan
sehari-hari di masyarakat.
b.
Memberikan Imbalan kepada Warga yang Menaati Norma
Pemberian
imbalan ini bertujuan untuk menumbuhkan semangat dalam diri orang-orang yang
berbuat baik agar mereka tetap melakukan perbuatan yang baik dan menjadi contoh
bagi warga lain. Imbalan ini dapat berupa pujian dan penghormatan. Apabila
perbuatan tersebut sangat berpengaruh terhadap kehidupan sosial, maka imbalan
yang diberikan dapat berupa penghargaan yang lebih tinggi.
c.
Mengembangkan Rasa Malu
Dapat
dipastikan bahwa setiap orang mempunyai 'rasa malu'. Terutama apabila telah
melakukan kesalahan dengan melanggar norma sosial. Masyarakat yang secara
agresif mencela setiap perbuatan yang menyimpang dari norma-norma dengan
melemparkan gosip dan gunjingan akan memengaruhi jiwa seseorang yang melakukan penyimpangan
tersebut. Sifat demikian menimbulkan kesadaran dalam diri seseorang bahwa
perbuatannya mendatangkan malu. Oleh karena itu ia akan menjauhkan diri dari
perbuatan menyimpang itu.
d.
Mengembangkan Rasa Takut
Rasa
takut mengakibatkan seseorang menghindarkan diri dari suatu perbuatan yang
dinilai mengandung risiko. Oleh karena itu orang akan berkelakuan baik, taat
kepada tata kelakuan atau adat istiadat karena sadar bahwa perbuatan yang
menyimpang dari norma-norma akan berakibat tidak baik bagi dirinya maupun orang
lain. Rasa takut biasanya muncul dalam diri seseorang karena adanya 'ancaman'.
Misalnya, seseorang yang mencuri atau membunuh diancam dengan hukuman penjara.
Selain itu, hampir semua agama mengajarkan kepada umatnya untuk selalu berbuat
baik karena perbuatan yang tidak sesuai dengan norma-norma
akan
mendapatkan hukuman di akhirat.
e.
Menciptakan Sistem Hukum
Setiap
negara memiliki sistem hukum yang berisi perintah dan larangan yang dilengkapi
dengan sanksi yang tegas. Hukum mengatur semua tindakan setiap warga
masyarakatnya, agar tercipta ketertiban dan keamanan.
Di
sini, perwujudan pengendalian sosialnya dengan hukuman pidana, kompensasi,
terapi, dan konsolidasi.
1)
Hukuman pidana, diberlakukan bagi orang-orang yang
melanggar peraturan-peraturan negara, seperti membunuh, mencuri, dan merampok.
2)
Kompensasi adalah kewajiban pihak yang
melakukan kesalahan untuk membayar sejumlah uang kepada pihak yang dirugikan
akibat kesalahan tersebut. Misalnya, orang yang mencemarkan nama baik orang lain
dapat dituntut di pengadilan dengan ganti rugi berupa sejumlah uang.
3)
Terapi adalah inisiatif untuk memperbaiki
diri sendiri dengan bantuan pihak-pihak tertentu. Misalnya pengguna narkotika
yang masuk ke panti rehabilitasi ketergantungan narkoba.
4)
Konsolidasi adalah upaya untuk menyelesaikan
dua pihak yang bersengketa, baik secara kompromi maupun dengan mengundang pihak
ketiga sebagai penengah (mediator).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar